APATISME POLITIK DI INDONESIA

on Kamis, 04 Agustus 2011
Apatisme adalah kata serapan dari Bahasa Inggris, yaitu apathy. Kata tersebut diadaptasi dari Bahasa Yunani, yaitu apathes yang secara harfiah berarti tanpa perasaan.
Definisi apatisme, yaitu hilangnya simpati, ketertarikan, dan antusiasme terhadap suatu objek.
Jadi Apatisme Politik adalah ketidakperdulian masyarakat terhadap pelaksanaan politik dalam pemerintahan.
Florynce R. Kennedy, seorang pengacara dan aktivis sosial asal Amerika Serikat dalam bukunya Color me flo: My Hard Life and Good Times mengatakan: “If you want to know where the apathy is, you’re probably sitting on it. (Warnai flo aku: Hidup Kerasku dan mengatakan Waktu Baik: “Kalau kamu mau mengetahui dimana apati tersebut, kamu mungkin duduk di atasnya).
Apatisme Politik muncul karena meningkatnya Kelelahan Politik (Political Fatique).
Penyebab Utamanya adalah tidak terselesaikannya berbagai kasus yang pernah mendapat perhatian dan sorotan publik; misalnya skandal Bank Century, kasus manipulasi pajak Gayus Tambunan, dan juga kasus kekerasan terhadap aktivis Indonesia Corruption Watch. Atau dengan kata lain Gone With The Wind (Berlalu Bersama Angin)
Contoh sikap apatisme yaitu aksi aktor senior Pong Hardjatmo yang pekan lalu menaiki atap gedung DPR untuk menuliskan tiga kata, ”jujur, adil, tegas”, yang mengungkapkan kegusarannya pada situasi politik dan kepemimpinan yang tidak menentu.
Penyebab lainnya yaitu politik dibangun dengan modal dengkul atau dalam bahasa belanda “Uit Het Neits”


Kunci untuk mencegah apatisme yang dapat berujung frustrasi dengan aksi tidak konvensional adalah kepemimpinan. Apatisme politik hanya bisa diatasi dengan kepemimpinan visioner, ”jujur, adil, tegas”, dan decisive.
Kepemimpinan yang dapat mencegah apatisme dan frustrasi politik adalah kepemimpinan yang bertumpu pada integritas; kepemimpinan yang menyatu antara perkataan dan perbuatan, tidak sekadar berbasa-basi untuk menyenangkan semua orang. Hanya pemimpin dengan integritas yang dapat memberikan inspirasi dan semangat bagi setiap mereka yang memegang tanggung jawab dalam perbaikan kondisi bangsa untuk berbuat lebih baik dan terbaik.
Hanya keterbukaan dan sikap yang lebih permisif tapi bertanggungjawab yang bisa menjadi jembatan menuju jalan keluar. Bila kita hanya memandang rendah dan sinis kemudian terus ditelan kebingungan saat menghadapi apatisme, menurut hemat penulis sama saja dengan menabur pupuk pada pohon tua bernama apatisme. Introspeksi adalah jalan keluar. Membuka diri adalah solusi pasti. Bersikap adil, amanah, dan menentang pengekangan yang diskriminatif adalah langkah awal menuju kehidupan sosial politik yanglebih berwarna. Seperti kata Immanuel Kant, pemecahannya ada pada kombinasi apriori (nalar) dan aposteriori (pengalaman).

0 komentar: